TEORI ORGANISASI UMUM
KONFLIK ORGANISASI
KELOMPOK 5
Disusun oleh :
1.
ALDY FERDIAN NUGRAHA
(10114775)
2.
FACHRIAL (13114719)
3.
JULFIKAR (15114723)
4.
MUHAMMAD HADI FATURRAHMAN
(17114278)
5.
DEDDEN RACHMAN BAROQAH
(12114606)
6.
MUCHLIS RIANDA (16114869)
Kelas :
2KA29
SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
PTA 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga
penulis berhasil menyelesaikan makalah ini. Alhamdulillah penulis menyelesaikan
makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini dalam rangka memenuhi tugas
kelompok mata kuliah Teori Organisasi Umum 1, yang berjudul “Konflik Dalam
Organisasi”. Penulis mengucapkan terimakasih kepada orangtua, teman-teman yang
telah memberikan dukungan moril, terutama kepada dosen pengasuh yaitu Ibu Lista
Kuspriatni selaku dosen pengasuh mata kuliah Teori Organisasi Umum 1.
Makalah ini berisikan mencakup
tentang konflik dalam organisasi. Diharapkan makalah ini dapat memberikan
informasi dan ilmu pengetahuan kepada pembaca dalam menghadapi konflik pada
organisasi maupun individu.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak
yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis sampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah
ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amiin.
Bekasi,15 November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................1
1.1
LATAR
BELAKANG.....................................................1
1.2
MAKSUD
DAN TUJUAN..............................................1
1.3
RUANG
LINGKUP........................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................3
2.1
PENGERTIAN KONFLIK.............................................3
2.2
JENIS DAN SUMBER KONFLIK................................. 3
2.3
STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK.......................6
2.4
MOTIVASI.................................................................... 7
2.5
TEORI MOTIVASI......................................................... 8
BAB III PENUTUP........................................................................ 11
3.1
KESIMPULAN............................................................... 11
3.2
SARAN...........................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Organisasi
adalah suatu tempat di mana banyak orang berkumpul dan saling berinteraksi satu
sama lain. Organisasi bisa terbentuk karena adanya kesamaan misi dan visi yang
ingin dituju. Setiap anggota yang ada di dalam organisasi, secara langsung
ataupun tidak langsung harus yakin dengan apa yang menjadi prinsip di dalam
organisasi tersebut. Sehingga untuk mencapai visi dan menjalankan misi yang
ditentukankan dapat berjalan dengan baik. Tetapi seiring berjalannya waktu, di
dalam organisasi pasti pernah mengalami konflik. Baik konflik internal maupun
konflik eksternal antar organisasi atau anggota di dalamnya. Konflik yang
terjadi bisa karena permasalahan yang sangat sepele ataupun permasalahan yang
benar-benar penting.
Adanya
sekelompok orang di dalam organisasi tersebut pasti juga terdapat beberapa
pemikiran dan pendirian yang berbeda-beda. Pemikiran dan pendirian yang
berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat
memicu timbulnya konflik. Konflik tidak muncul seketika dan langsung menjadi
besar. Konflik itu berkembang secara bertahap. Jadi, jika konflik sudah
teridentifikasi sejak awal, dicarikan langkah penyelesaian yang lebih dini,
maka relatif lebih mudah dalam penanganan konflik. Kebijakan-kebijakan dan cara
anggota berkomunikasi yang diterapkan pada suatu organisasi sangat mempengaruhi
keberlangsungan sebuah organisasi dalam mempertahankan anggota dan segenap
unsurnya.
Konflik
dalam organisasi sering dilihat sebagai sesuatu yang negatif. Oleh sebab itu,
penanganan yang dilakukan pun diarahkan kepada pernyelesaian konflik. Sebuah
realita bahwa konflik merupakan sesuatu yang sulit dihindari karena berkaitan
erat dengan proses interaksi manusia. Karenanya, yang dibutuhkan bukan meredam
konflik, tapi bagaimana menanganinya sehingga bisa membawa dampak yang tidak
negatif bagi organisasi. Akan tetapi tidak semua konflik merugikan, asalkan
konflik tersebut ditata dengan baik maka dapat menguntungkan organisasi. Dan semua
anggota bisa menjadikan konflik dalam organisasi sebagai sebuah pembelajaran
dan bagian pertimbangan atas banyaknya pemikiran-pemikiran yang berbeda pada
setiap anggota organisasi.
1.2 Maksud dan Tujuan
Pola pikir setiap
manusia bisa dituangkan dalam sebuah tulisan, dimana tulisan tersebut bisa
mewakili apa yang ingin disampaikan. Maksudnya adalah untuk membagikan
informasi kepada pembaca tentang uraian konflik dalam organisasi. Agar ke
depannya kita sebagai anggota dari organisasi manapun, khususnya pembaca lebih
memahami mengenai konflik tersebut, dan juga mengakibatkan pembaca bisa menjadi
lebih bertoleran dengan sifat setiap individu dalam berkelompok. Tujuan
terpenting dari penulisan makalah ini ialah sebagai salah satu alternatif
solusi konflik dalam organisasi yang menyeluruh. Disisi lain agar pembaca dapat
memaknai konflik yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Penulisan ini
diharapkan dapat menjadi saran atau pesan yang bisa diambil manfaatnya dalam
menghadapi sebuah konflik dalam organisasi sehingga organisasi yang ada dapat
tetap hidup dengan jati dirinya untuk mencapai tujuan. Sebagai mahasiswa dan
pembaca yang baik, semoga dapat membaca dan memahami tulisan ini. Hal tersebut
juga merupakan bentuk partisipasi untuk bertoleran dan menerima kekurangan
sifat yang berada satu lingkup bersama. Khususnya makalah ini baik dikonsumsi
para kawula muda-mudi untuk menyelesaikan permasalahan di dalam organisasi.
Yang berakibat menebalnya mental kita untuk ikut dalam memahami setiap manusia
dengan segala keterbatasaanya.
1.3 Perumusan Masalah
Banyak sekali bahasan
mengenai konflik dalam organisasi. Namun tentunya tidak semua lingkup akan
dibahas dalam makalah ini. Ada beberapa sub bab yang akan dijabarkan sebagai
salah satu topik konflik dalam organisasi, antara lain adalah:
1. Apa itu konflik?
2. Apa jenis dan
sumber konflik?
3. Bagaimana strategi
penyelesaian konflik?
4. Apa saja teori
motivasi?
BAB II
PEMBAHASAN
KONFLIK ORGANISASI
2.1 Pengertian konflik
Pada hakikatnya konflik merupakan suatu
pertarungan menang kalah antara kelompok atau perorangan yang berbeda
kepentingannya satu sama lain dalam organisasi. Atau dengan kata lain, konflik
adalah segala macam interaksi pertentangan atau antogonistik antara dua atau
lebih pihak.
2.2 Jenis dan sumber konflik
Orang
mengelompokan konflik kedalam :
1.
Konflik
peranan yang terjadi didalam diri seseorang (personale conflict), dimana
peraturan yang berlaku tak dapat diterima oleh seseorang sehingga orang itu
memilih untuk tidak melaksanakan sesuatu sesuai dengan peraturan yang berlaku
tersebut;
2.
Konflik
antarperanan (interrole conflict), dimana orang menghadapi persoalan karena dia
menjabat dua atau lebih fungsi yang saling bertentangan; misalnya saja anggota
serikat pekerja yang juga pengawas atau mandor perusahaan;
3.
Konflik
yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang (intersender
conflict), misalnya saja dekan suatu fakultas harus memenuhi permintaan yang
berlainan para ketua jurusan;
4.
Konflik
yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling bertentangan
(intrasender conflict).
Kelompok
konflik yang pertama pada hakikatnya meminta kesadaran orang untuk mentaati
peraturan yang ada atau memerlukan kesetiaan orang pada organisasi. Kelompok
konflik yang kedua dapat dihindari dengan mendefinisikan kembali tugas yang
terlebih dahulu telah dispesialisasikan dan dialokasikan pada seorang tertentu
sehingga akibat negatif dwi-fungsi diminimumkan. Sedangkan kelompok konflik ketiga
dapat dihindari dengan memperlakukan sama bagi semua pihak-pihak yang
berkepentingan. Akhirnya kelompok konflik keempat dapat dihindari dengan sistem
informasi yang lebih baik serta adanya buku pedoman atau petunjuk perusahaan.
Dalam
kehidupan organisasi, konflik juga dapat dibedakan menurut pihak-pihak yang
saling bertentangan. Atas dasar hal ini, kita mengenal lima jenis konflik:
1.
Konflik
dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian
tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai
permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk
melakukan lebih daripada kemampuannya.
2.
Konflik
antarindividu dalam organisasi yang sama, di mana hal ini sering diakibatkan
oleh perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya
konflik antarperanan (seperti antara manajer dan bawahan).
3.
Konflik
antara individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi
tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai
contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya
karena melanggar norma-norma kelompok.
4.
Konflik
antarkelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan
kepentingan antarkelompok.
5.
Konflik
antarorganisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam
sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya
pengembangan produk baru, teknoligi, dan jasa, harga-harga lebih rendah, dan
penggunaan sumber daya lebih efisien.
Sumber-sumber konflik organisasional
Berbagai sumber utama
konflik organisasional dapat diuraikan sebagai berikut:
1.
kebutuhan
untuk membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas. Bila setiap satuan dalam
suatu organisasi mempunyai sumber daya terbatas, masalah bagaimana membaginya
merupakan konflik potensial. Sumber daya-sumber daya tersebut harus
dialokasikan, sehingga beberapa kelompok tak terelakan akan mendapatkan lebih
sedikit daripada yang mereka inginkan atau butuhkan. Konflik dapat timbul
karena kelompok-kelompok organisasi bersaing untuk memperebutkan bagian
terbesar sumber daya-sumber daya yang tersedia.
2.
Perbedaan-perbedaan
dalam berbagai tujuan. Seperti telah kita ketahui, kelompok-kelompok organisasi
cenderung menjadi terspesialisasi atau dibedakan karena mereka mengembangkan
berbagai tujuan, tugas, dan personalia yang tidak sama. Perbedaan-perbedaan ini
sering mengakibatkan konflik kepentingan atau prioritas, meskipun tujuan
organisasi sebagai keseluruhan telah disetujui. Sebagai contoh, departemen
penjualan mungkin menginginkan penetapan harga rendah untuk menarik lebih
banyak pelanggan, sedangkan departemen produksi mungkin menghendaki harga lebih
tinggi untuk menutup biaya-biaya produksi. Karena para anggota setiap departemen
mengembangkan berbagai tujuan dan sudut pandangan yang berbeda-beda, mereka
sering menghadapi kesulitan untuk menyetujui program-program kegiatan.
3.
Saling
ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja. Saling ketergantungan kerja ada bila
dua atau lebih kelompok saling tergantung satu dengan yang lain untuk
menyelesaikan tugas-tugas repetitif mereka. Dalam kasus seperti ini seberapa
besar potensi konflik atau kooperasi sangat tergantung pada cara situasi
tersebut dikelola. Kadang-kadang konflik muncul bila seluruh kelompok yang
terlibat diberi terlalu banyak pekerjaan. Tekanan di antara bebagai macam
kelompok akan naik, dan mereka saling menyalahkan atau melempar tanggung jawab.
Konflik ini mungkin juga memanas bila pekerjaan didistribusikan secara sama
tetapi penghargaan-penghargaan diberikan secara berbeda-beda. Konflik potensial
adalah terbesar bila suatu unit tidak dapat mulai pekerjaannya karena harus
menunggu penyelesaian pekerjaan unit lain.
4.
Perbedaan
nilai-nilai atau persepsi. Perbedaan-perbedaan tujuan di antara para anggota
berbagai satuan dalam organisasi sering berkaitan dengan berbagai perbedaan
sikap, niali-nilai dan persepsi yang menimbulkan konflik. Sebagi contoh, para
manajer tingkat atas, yang terlibat dengan pertimbangan-pertimbangan jangka panjang
hubungan manajemen – serikat buruh, mungkin ingin menghindari penetapan
perjanjian-perjanjian, dan mungkin malah mencoba untuk membatasi fleksibilitas
para penyelia lini pertama. Para anggota departemen teknis mungkin menggunakan
kriteria nilai-nilai mereka atas dasar kualitas produk, kecanggihan desain dan
daya tahan, sedangkan para anggota departemen pabrikasi mungkin mendasarkan
nilai-nilai mereka pada kesederhanaan desain dan biaya-biaya produksi yang
rendah. Ketidaksesuaian nilai-nilai tersebut dapat menimbulkan konflik.
5.
Kemenduaan
organisasional. Konflik antarkelompok dapat juga berasal dari tanggung jawab
kerja yang dirumuskan secara mendua (ambiguous) dan tujuan-tujuan yang tidak
jelas. Seorang manajer mungkin mencoba untuk memperluas peranan kelompok
kerjanya, usaha ini biasanya akan menstimulasi para manajer lain untuk
“mempertahankan ladang mereka”. Disamping itu, komunikasi yang mendua dapat
menyebabkan konflik antarkelompok. Bila kalimat (ungkapan) yang sama mempunyai
pengertian yang berbeda bagi kelompok-kelompok yang berbeda.
6.
Gaya-gaya
individual. Banyak orang menyukai konflik. Debat dan ada argumentasi; dan bila
hal ini dapat dikendalikan maka dapat menstimulasi para anggota organisasi
untuk meningkatkan atau memperbaiki prestasi. Tetapi bila hal itu mengarah ke
“peperangan”, akan menimbulkan konflik. Pada umumnya, potensi konflik
antarkelompok adalah paling tinggi bila para anggota kelompok sangat berbeda
dalam hal ciri-ciri seperti sikap kerja, umur dan pendidikan.
2.3 Strategi penyelesaian konflik
Bila keadaan tidak saling mengerti serta
situasi pernilaian terhadap perbedaan antaranggota organisasi itu semakin parah
sehingga konsesus sulit dicapai maka konflik pun tak terelakan.
Pimpinan dapat melakukan tindakan alternatif
seperti dikemukakan dibawah ini, tetapi tergantung pada situasi dan kondisi
yang ada.
1.
Menggunakan
kekuasaan – melaksanakan pendapat dengan menyatakan siapa yang setuju dengan
pimpinan dan yang tidak hendaknya mengundurkan diri;
2.
Konfrontasi
– dimana penyelesaian melalui persetujuan semua pihak tidak dapat dicapai, dan
hal itu dibiarkan demikian agar pihak-pihak memikirkan dan merenungkan kembali
pendapat masing-masing.
3.
Kompromi
– dimana pihak yang satu mengorbankan sesuatu agar memuaskan pihak yang lain;
tentu saja pihak-pihak tak ada yang senang akan hal ini, tetapi apa boleh buat
karena keadaan berlarut-larut dan organisasi menjadi “mati”. Ini akan justru
merugikan semua pihak karena anggota saling menyabot kegiatan-kegiatan
organisasional.
4.
Menghaluskan
situasi – ini merupakan usaha mempertahankan “status-qou”, akan tetapi pimpinan
secara informal berusaha untuk menyelesaikan persoalan terhadap isu yang
sifatnya sepele.
5.
Pengunduran
diri – dalam hal ini pimpinan “melarikan diri” dari situasi yang timbul dan tak
berusaha untuk menyelesaikan sama sekali; pimpinan menyerahkan pada kekuatan
yang ada untuk nantinya memperoleh keseimbangan kembali, karena dia memang
berpendapat bahwa demikianlah seharusnya proses konflik berjalan; memang
diperkirakan bahwa sesuatu yang baru tentu menimbulkan gejolak dan berbagai
pendapat, tetapi dengan berjalannya waktu hal yang baru itu diterima sebagai
hal yang biasa dan pihak-pihak akan dengan sendirinya mengerti duduk
perkaranya.
Berbagai keadaan yang menguntungkan suatu
organisasi dalam menghadapi konflik adalah bila:
·
Strukturnya
dapat memperlancar saling tindak anggota dan kelompok;
·
Anggotanya
mampu melaksanakan proses saling tindak yang efektif dan saling mempengaruhi;
·
Anggota
yang satu mempercayai kemampuan anggota yang lain, setia dan lain-lain.
Penyelesaian konflik dalam organisasi
seperti itu sifatnya akan kreatif dan konstruktif dan inilah yang kita inginkan
semua, yaitu tercapainya kesesuaian (conformity) antaranggota di mana para
anggota memperagakan sikap, perilaku dan tindakan yang harmonis.
2.4 Pengertian Motivasi
Motivasi adalah keadaan dalam pribadi
seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan
tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang akan
mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan.
Jadi, motivasi bukanlah sesuatu yang dapat diamati, tetapi adalah hal yang
dapat disimpulkan adanya karena sesuatu perilaku yang tampak. Tiap kegiatan
yang dilakukan oleh seseorang didorong oleh sesuatu kekuatan dari dalam diri
orang tersebut; kekuatan pendorong inilah yang disebut motivasi. Rasa lapar,
kebutuhan untuk merasa aman dan kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa
contoh tentang motivasi. Dalam hal ini kita perlu mengingat bahwa suatu
kebutuhan harus diciptakan atau didorong sebelum memenuhi sebagai suatu
motivasi. Sumber yang mendorong terciptanyasuatu kebutuhan dapat berada pada diri orang itu sendiri
(seperti melihat makanan yang menarik). Atau dengan adanya makanan dapat
menimbulkan rasa lapar.
Motivasi Internal
Kebutuhan dan keinginan yang ada dalam
diri seseorang akan menimbulkan motivasi internalnya. Kekuatan ini akan
mempengaruhi pikirannya, yang selanjutnya akan mengarahkan perilaku orang
tersebut. Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang ingin memperoleh nilai A dalam
ujiannya akan menentukan perilaku dia dalam memenuhi syarat kelulusannya.
Setelah dia memikirkan dalam-dalam, perilakunya mungkin akan menjadi mahasiswa
yang rajin kuliah, membuat catatan yang baik, belajar keras, membuat tugas
makalah dengan baik dan sebagainya. Tetapi dalam kenyataan tidak semua
mahasiswa mempunyai keinginan yang kuat untuk mencapai nilai A. Begitu juga
dalam suatu organisasi, setiap individu akan mempunyai kebutuhan dan keinginan
yang berbeda dan “unik”. Beberapa teori yang ada mencoba mengidentifikasikan
motivasi-motivasi umum yang selalu ada dalam diri semua orang. Dengan memahami
teori-teori tersebut, manajer dapat memotivasi bawahannya agar kegiatan mereka
mencapai kepuasan yang diinginkannya dan juga menguntungkan pencapaian tujuan
organisasi.
Motivasi Eksternal
Teori motivasi
eksternal tidak mengabaikan teori motivasi internal. Tetapi justru
mengembangkannya. Teori motivasi eksternal menjelaskan kekuatan-kekuatan yang
ada di dalam individu yang dipengaruhi faktor-faktor intern yang dikendalikan
oleh manajer, yaitu meliputi suasana kerja seperti gaji, kondisi kerja, kebijaksanaan
perusahaan dan hubungan kerja, seperti penghargaan, kenaikan pangkat dan
tanggung jawab.
Manajer perlu mengenal motovasi eksternal
untuk mendapatkan tanggapan yang positif dari karyawannya. Tanggapan yang
positif ini menunjukan bahwa bawahan-bawahannya sedang bekerja demi kemajuan
organisasi. Seorang manajer dapat mempergunakan motivasi eksternal yang positif
ataupun negatif. Motivasi positif memberikan penghargaan untuk pelaksanaan
kerja yang baik. Motivasi negatif memperlakukan hukuman bila pelaksanaan kerja
jelek. Keduanya dapat dipakai oleh manajer. Teori McGregor dan Herzberg
dibelakang akan membantu menjelaskan motivasi eksternal.
2.5 Teori Motivasi
Teori X dan Teori Y McGregor
Teori
motivasi yang menggabungkan motivasi internal dan eksternal dikembangkan oleh
Douglas McGregor. McGregor, seorang psikolog sosial Amerika, dalam proyek
risetnya yang meneliti tentang motivasi dan perilaku umum para anggota
organisasi, telah merumuskan perbedaan dua teori dasar mengenai perilaku
manusia. Kedua teori ini disebut dengan nama teori X dan teori Y.
Teori tradisional mengenai kehidupan
organisasi banyak diarahkan dan dikendalikan atas dasar teori X.
Anggapan-anggapan yang mendasari teori X adalah:
1.
Rata-rata
para pekerja itu malas, tidak suka bekerja, dan akan menghindarinya bila dapat.
2.
Karena
pada dasarnya pekerja tidak suka bekerja, maka harus dipaksa, dikendalikan,
diperlakukan dengan hukuman, dan diarahkan untuk pencapaian tujuan organisasi.
3.
Rata-rata
para pekerja lebih senang dibimbing, berusaha menghindari tanggung jawab,
mempunyai ambisi yang kecil, keamanan dirinya diatas segala-galanya.
Anggapan-anggapan
teori Y adalah:
1.
Usaha
fisik dan mental yang dilakukan manusia dalam bekerja adalah kodrat manusia,
sama halnya dengan bermain atau beristirahat.
2.
Rata-rata
manusia bersedia belajar, dalam kondisi yang layak, tidak hanya menerima tetapi
mencari tanggung jawab.
3.
Ada
kemampuan yang besar dalam kecerdikan, kreativitas dan daya imajinasi untuk
memecahkan masalah-masalah organisasi yang secara luas tersebar pada seluruh
karyawan.
4.
Pengendalian
ekstern dan hukuman bukan satu-satunya cara untuk mengarahkan usaha pencapaian
tujuan organisasi.
5.
Keterikatan
pada tujuan organisasi adalah fungsi penghargaan yang diterima karena
prestasinya dalam pencapaian tujuan itu.
6.
Organisasi
seharusnya memberikan kemungkinan orang untuk mewujudkan potensinya, dan tidak
hanya digunakan sebagian.
Teori Kebutuhan Maslow
Abraham Maslow,
seorang psikolog, telah mengembangkan suatu teori motivasi manusia yang sangat
terkenal pada tahun 1943. Konsep teorinya menjelaskan suatu hirarki kebutuhan
(hierarchy of needs) yang menunjukan adanya lima tingkatan keinginan dan
kebutuhan manusia. Kebutuhan yang lebih tinggi akan mendorong seseorang untuk
mendapatkan kepuasan atas kebutuhan tersebut, setelah kebutuhan yang lebih
rendah (sebelumnya) telah dipuaskan. Lima kebutuhan dasar manusia menurut
Maslow, yaitu fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri.
Secara lebih terinci kelima kebutuhan dasar manusia yang membentuk hirarki
kebutuhan adalah:
1.
Kebutuhan
fisiologis (phisiological needs), yaitu kebutuhan seperti rasa lapar, haus,
seks, perumahan, tidur dan sebagainya.
2.
Kebutuhan
keamanan (safety needs), yaitu kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan dari
bahaya, ancaman dan perampasan ataupun pemecatan dari pekerjaan.
3.
Kebutuhan
sosial (social needs), yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan dalam menjalalin
hubungan dengan orang lain. Kepuasan dan perasaan memiliki serta diterima dalam
suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan dan kasih sayang.
4.
Kebutuhan
penghargaan (esteem needs), yaitu kebutuhan akan status atau kedudukan,
kehormatan diri, reputasi dan prestasi.
5.
Kebutuhan
aktualisasi diri (self-actualization needs), yaitu kebutuhan pemenuhan diri,
untuk mempergunakan potensi diri. Pengembangan diri semaksimal mungkin,
kreativitas, ekspresi diri dan melakukan apa yang paling cocok, serta menyelesaikan
pekerjaannya sendiri.
Teori Motivasi Dua-Faktor Herzberg
Frederick herzberg dan kelompoknya, suatu
tim dari “Psychological Service Pittsburgh”, memperluas hasil karya Maslow dan
mengembangkan suatu teori isi motivasi kerja khusus. Dalam tahun 1950-an, dia
melakukan suatu studi motivasional melalui wawancara dengan sekitar dua ratus
akuntan dan insinyur yang bekerja didaerah Pittsburgh, Pennsylvania. Dia
menggunakan metode peristiwa kritis (critical incident) untuk mendapatkan data
bagi analisisnya. Tanggapan-tanggapan yang diperoleh dengan metode ini sangat
menarik dan cukup konsisten. Perasaan menyenangkan yang dilaporkan pada umumnya
berkaitan dengan pengalaman-pengalaman dan isi pekerjaan. Di lain pihak,
perasaan tidak menyenangkan yang diungkapkan pada umumnya bersangkutan dengan
aspek-aspek yang mengelilingi atau mengitari pekerjaan-suasana (keadaan)
pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitiannya ini, Herzberg mengambil kesimpulan
bahwa ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang dalam
organisasi, yaitu pemuas kerja (job satisfiers) yang berkaitan dengan isi
pekerjaan dan penyebab ketidakpuasan kerja (job dissatisfiers) yang
bersangkutan dengan suasana pekerjaan. “Satisfiers” disebut dengan istilah
motivators dan “dissatisfiers” disebut faktor-faktor higienis (hygiene
factors). Dengan menggabungkan kedua istilah tersebut, teori yang dikemukakan
oleh Herzberg dekenal sebagai teori motivasi dua faktor, atau teori
motivasi-higienis (motivation-hygiene theory) atau sering disingkat teori M –
H.
Teori Herzberg berhubungan erat dengan
hirarki kebutuhan Maslow. Faktor-faktor higienis, seperti istilah medis, adalah
bersifat preventif dan merupakan faktor lingkungan, dan secara kasar ekuivalen
dengan kebutuhan-kebutuhan tingkat bawah maslow. Faktor-faktor higienis ini
bukan sebagai sumber ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor tersebut adalah kondisi
kerja, hubungan antarpribadi (terutama dengan mandor), gaji, dan sebagainya.
Perbaikan terhadap faktor-faktor higienis akan mencegah, mengurangi atau
menghilangkan ketidakpuasan kerja, tetapi tidak akan menimbulkan dorongan dan
kepuasan kerja. Faktor higienis sendiri tidak menimbulkan motivasi, tetapi
diperlukan agar motivasi dapat berfungsi atau dengan kata lain, berperan
sebagai suatu “landasan” bagi motivasi kerja.
Kelompok faktor lainnya, motivators,
dibuktikan sebagai faktor-faktor sumber kepuasan kerja yang dapat memotivasi
manusia pada pekerjaan mereka. Faktor-faktor ini secara kasar ekuivalen dengan
kebutuhan-kebutuhan tingkat atas Maslow. Menurut teori Herberg, seorang
karyawan harus mempunyai pekerjaan yang lebih menantang, lebih banyak tuntutan
kesempatan untuk menjadi ahli dan mengembangkan kemampuan agar dia dapat
termotovasi. Sebagai faktor-faktor sumber kepuasan kerja, motivators dapat
berbentuk prestasi, promosi atau kenaikan pangkat, penghargaan, pekerjaan itu
sendiri, dan tanggung jawab.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Konflik
adalah segala macam interaksi pertentangan atau antogonistik antara dua atau
lebih pihak. Terdapat beberapa jenis dalam konflik seperti pada konflik peran,
konflik peran pribadi, intra peran dan antar peran yang terjadi pada kondisi
organisasi. Dan konflik yang terjadi disebabkan oleh beberapa sumber konflik
yang meliputi adanya saling ketergantungan kerja, perbedaan dalam tujuan,
perbedaan persepsi, dan meningkatnya permintaan akan spesialis. Strategi
penyelesaian konflik muncul pada situasi dimana seorang manajer mendapatkan
tugas sulit yang harus dihadapi adalah memeriksa dan mengelola konflik antar
kelompok atau organisasi. Strateginya diantara lain adalah dengan pemecahan
masalah, tujuan, perluasan sumber daya, penghindaran, melunakkan, kompromi,
otoritas, perubahan, pada orang atau struktur organisasi dan mengenal musuh
bersama.
Perundingan
juga merupakan strategi penyelesaian konflik. Motivasi merupakan konsep yang
kita gunakan untuk menggambarkan dorongan – dorongan yang timbul pada atau
didalam seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Motivasi
merupakan suatu konsep yang bersifat penjelasan bahwa kita sering menggunakan
untuk memahami perilaku yang kita amati. Dengan kata lain, motivasi merupakan
dugaan. Daripada mengukur secara langsung kita harus memanipulasi kondisi –
kondisi tertentu dan mengamati bagaimana prilaku berubah. Teori – teori
motivasi dapat diklasifikasikan baik sebagai teori kepuasan atau proses. Dan
terdapat empat teori yang sering disebut – sebut dalam teori kepuasan. Teori –
teori ini memfokuskan pada faktor – faktor dalam diri (misal kebutuhan, tujuan,
motif) yang memberi energy, mengarahkan, mempertahankan dan menghentikan
perilaku. Sementara itu terdapat pula teori – teori kebutuhan yaitu, teori X
dan Y McGregor, teori kebutuhan Maslow,dan teori dua faktor – Herzberg.
Konflik
ini bisa jadi baik atau buruk tergantung pada dampaknya bagi pencapaian tujuan
organisasi. Konflik yang berguna mewakili konfrontasi antara kelompok yang
meningkatkan dan menguntungkan kinerja organisasi. Konflik yang tidak berguna
akibat dari konfrontasi atau interaksi antara kelompok yang menghambat
pencapaian tujuan organisasi. Namun tanpa adanya konflik akan ada rasa tidak
memerlukan perubahan, dan perhatian tidak akan tertuju pada masalah.
3.2
Saran
Konflik
terjadi karena adanya pertentangan atau antogonistik yang terbentur satu
sama lain. Konflik dalam organisasi tidak bisa dihindari. Sebaiknya konflik itu
diusahakan untuk dicarikan jalan keluarnya dan menjadi pembelajaran untuk
membangun lebih baik lagi dalam suatu organisasi tersebut. Karena menghindari
konflik tidak dapat membawa manfaat dalam jangka panjang, ini bisa dipastikan
bekerja sebagai pemecahan dalam jangka pendek. Bagaimanapun, menghindari
konflik dapatb diartikan suatu persetujuan atau kurangnya keteguhan. Selain itu
konflik dapat diatasi dengan saling berkompromi yaitu tidak melihat siapa
pemenang maupun pecundang namun mencari jalan yang efektif untuk tetap dapat
menjalankan tujuan organisasi bersama.
DAFTAR PUSTAKA
·
Sukanto
R & T.Hani Handoko. Organisasi Perusahaan. PBFE, Yogyakarta. 2000.