Kamis, 09 April 2015

Pulau Madura dan kebudayaannya

Pulau Madura


Madura adalah nama pulau yang terletak di sebelah timur laut Jawa Timur. Pulau Madura besarnya kurang lebih 5.168 km2 (lebih kecil daripada pulau Bali), dengan penduduk hampir 4 juta jiwa.
Jembatan Nasional Suramadu merupakan pintu masuk utama menuju Madura, selain itu untuk menuju pulau ini bisa dilalui dari jalur laut ataupun melalui jalur udara. Untuk jalur laut, bisa dilalui dari Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya menuju Pelabuhan Kamal di bangkalan, Selain itu juga bisa dilalui dari Pelabuhan Jangkar Situbondo menuju Pelabuhan Kalianget di Sumenep, ujung timur Madura.
Pulau Madura bentuknya seakan mirip badan Sapi, terdiri dari empat Kabupaten, yaitu : Bangkalan, Sampang, Pamekasan danSumenep. Madura, Pulau dengan sejarahnya yang panjang, tercermin dari budaya dan keseniannya dengan pengaruh islamnya yang kuat.
Pulau Madura didiami oleh suku Madura yang merupakan salah satu etnis suku dengan populasi besar di Indonesia, jumlahnya sekitar 20 juta jiwa. Mereka berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Gili Raja, Sapudi, Raas, dan Kangean. Selain itu, orang Madura banyak tinggal di bagian timur Jawa Timur biasa disebut wilayah Tapal Kuda, dari Pasuruan sampai utara Banyuwangi. Orang Madura yang berada di Situbondo dan Bondowoso, serta timur Probolinggo, Jember, jumlahnya paling banyak dan jarang yang bisa berbahasa Jawa, juga termasuk Surabaya Utara ,serta sebagian Malang .
Suku Madura terkenal karena gaya bicaranya yang blak-blakan, masyarakat Madura juga dikenal hemat, disiplin, dan rajin bekerja keras (abhantal omba' asapo' angen). Harga diri, juga paling penting dalam kehidupan masyarakat Madura, mereka memiliki sebuah falsafah: katembheng pote mata, angok pote tolang. Sifat yang seperti inilah yang melahirkan tradisi carok pada sebagian masyarakat Madura.

Sejarah

Perjalanan Sejarah Madura dimulai dari perjalanan Arya Wiraraja sebagai Adipati pertama di Madura pada abad 13. Dalam kitab nagarakertagama terutama pada tembang 15, mengatakan bahwa Pulau Madura semula bersatu dengan tanah Jawa, ini menujukkan bahwa pada tahun 1365an orang Madura dan orang Jawa merupakan bagian dari komonitas budaya yang sama.
Sekitar tahun 900-1500, pulau ini berada di bawah pengaruh kekuasaan kerajaan Hindu Jawa timur seperti Kediri, Singhasari, danMajapahit. Di antara tahun 1500 dan 1624, para penguasa Madura pada batas tertentu bergantung pada kerajaan-kerajaan Islam di pantai utara Jawa seperti Demak, Gresik, dan Surabaya. Pada tahun 1624, Madura ditaklukkan oleh Mataram. Sesudah itu, pada paruh pertama abad kedelapan belas Madura berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda (mulai 1882), mula-mula oleh VOC, kemudian oleh pemerintah Hindia-Belanda. Pada saat pembagian provinsi pada tahun 1920-an, Madura menjadi bagian dari provinsi Jawa Timur.[1]
Sejarah mencatat Aria Wiraraja adalah Adipati Pertama di Madura, diangkat oleh Raja Kertanegara dari Singosari, tanggal 31 Oktober 1269. Pemerintahannya berpusat di Batuputih Sumenep, merupakan keraton pertama di Madura. Pengangkatan Aria Wiraraja sebagai Adipati I Madura pada waktu itu, diduga berlangsung dengan upacara kebesaran kerajaan Singosari yang dibawa ke Madura. Di Batuputih yang kini menjadi sebuah Kecamatan kurang lebih 18 Km dari Kota Sumenep, terdapat peninggalan-peninggalan keraton Batuputih, antara lain berupa tarian rakyat, tari Gambuh dan tari Satria.

Budaya


1.KARAPAN SAPI
Karapan sapi merupakan istilah untuk menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa Timur. Pada perlombaan ini, sepasang sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung sekitar sepuluh detik sampai satu menit. Beberapa kota di Madura menyelenggarakan karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di eks Kota Karesidenan,Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden.
Di bulan November tahun 2013, penyelenggaraan Piala Presiden berganti nama menjadi Piala Gubernur.[1]
Pelaksanaan Karapan Sapi dibagi dalam empat babak, yaitu : babak pertama, seluruh sapi diadu kecepatannya dalam dua pasang untuk memisahkan kelompok menang dan kelompok kalah. Pada babak ini semua sapi yang menang maupun yang kalah dapat bertanding lagi sesuai dengan kelompoknya.
Babak kedua atau babak pemilihan kembali, pasangan sapi pada kelompok menang akan dipertandingkan kembali, demikian sama halnya dengan sapi-sapi di kelompok kalah, dan pada babak ini semua pasangan dari kelompok menang dan kalah tidak boleh bertanding kembali kecuali beberapa pasang sapi yang memempati kemenangan urutan teratas di masing-masing kelompok.
babak Ketiga atau semifinal, pada babak ini masing sapi yang menang pada masing-masing kelompok diadu kembali untuk menentukan tiga pasang sapi pemenang dan tiga sapi dari kelompok kalah. Pada babak keempat atau babak final, diadakan untuk menentukan juara I, II, dan III dari kelompok kalah.
2. MEMAPAR GIGI
Tradisi Mamapar gigi ini bisa ditemui di seluruh pedesaan yang ada di Sumenep, tepatnya di Desa Panagan, Kecamatan Gapura, sekitar 10 kilometer arah Tenggara Kota Sumenep. Tradisi ini sangat erat kaitannya dengan daur hidup (lingkaran hidup) individu, khususnya bagi seorang perempuan yang ingin melangsungkan pernikahan. “Mapar” dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai “melakukan suatu pekerjaan untuk merapikan dan meluruskan”. Jadi, mapar gigi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk merapikan dan meluruskan bentuk susunan gigi dengan seperangkat alat khusus.
Upacara mapar gigi biasanya dilaksanakan ketika seorang gadis akan melangsungkan Pernikahan. Tujuannya, agar bentuk gigi sang gadis terlihat lebih rapi dan menarik. Selain itu, mapar gigi juga mengandung makna membuang segala macam sangkal pada diri sang gadis sebelum memasuki kehidupan yang baru.
Adapun tempat pelaksanaan upacaranya bergantung dari tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh si gadis. ada beberapa tahapan Untuk tahap mapar gigi, antara lain pembacaan kidungan atau mocopat, dan pencukuran rambut halus di dahi dan tengkuk diadakan di rumah sang gadis. Sementara untuk prosesi pembuangan rambut halus sebagai simbol pembuangan sangkal berlangsung di perempatan jalan dalam sebuah kirab atau arak-arakan.
Seluruh tahapan upacara tersebut dipimpin oleh ahli papar gigi. Dalam melaksanakan tugasnya Sang ahli mapar akan dibantu oleh ahli mocopat beserta tukang tegesnya yang akan membacakan kidungan atau mocopat ketika prosesi mapar gigi dilakukan. Sedangkan pihak lain yang juga terlibat dalam penyelenggaraan upacara adalah:
·         keluarga gadis yang akan dimapar giginya,
·         calon suami si gadis beserta kerabatnya,
·         beberapa orang gadis yang nantinya akan bertugas mengitari sang gadis saat dupa dibakar, dan
·         para seniman soren, hadrah, dll yang nantinya akan mengiringi calon pengantin saat melakukan kirab.

KESIMPULAN & SARAN
Kesimpulan : Di katakan bahwa madura pulau yang tak terlalu besar namun memiliki kebudayaan yang unik yang tak kalah menarik dengan budaya budaya yang berada di indonesia, dan yang tak kalah menarik lagi madura memiliki jembatan penghubung antara surabaya dan juga madura
Saran : Menurut saya kebudayaan karapan sapi itu sama seperti kita menyakiti binatang sapi tersebut mungkin harus dirubah sedikit supaya tidak terkesan menyakiti bintang














DAFTAR PUSTAKA