Minggu, 15 November 2015

KONFLIK ORGANISASI

TEORI ORGANISASI UMUM
KONFLIK ORGANISASI


KELOMPOK 5

Disusun oleh  :
1.   ALDY FERDIAN NUGRAHA (10114775)
2.   FACHRIAL (13114719)
3.   JULFIKAR (15114723)
4.   MUHAMMAD HADI FATURRAHMAN (17114278)
5.   DEDDEN RACHMAN BAROQAH (12114606)
6.   MUCHLIS RIANDA (16114869)

Kelas :
          2KA29


SISTEM INFORMASI
UNIVERSITAS GUNADARMA
PTA 2015/2016


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah ini. Alhamdulillah penulis menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Teori Organisasi Umum 1, yang berjudul “Konflik Dalam Organisasi”. Penulis mengucapkan terimakasih kepada orangtua, teman-teman yang telah memberikan dukungan moril, terutama kepada dosen pengasuh yaitu Ibu Lista Kuspriatni selaku dosen pengasuh mata kuliah Teori Organisasi Umum 1.

Makalah ini berisikan mencakup tentang konflik dalam organisasi. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi dan ilmu pengetahuan kepada pembaca dalam menghadapi konflik pada organisasi maupun individu.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amiin.

      



       Bekasi,15 November 2015


Penulis


DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................1
1.1  LATAR BELAKANG.....................................................1
1.2  MAKSUD DAN TUJUAN..............................................1
1.3  RUANG LINGKUP........................................................2
BAB II PEMBAHASAN................................................................3
2.1   PENGERTIAN KONFLIK.............................................3
2.2   JENIS DAN SUMBER KONFLIK................................. 3
2.3   STRATEGI PENYELESAIAN KONFLIK.......................6
2.4   MOTIVASI.................................................................... 7
2.5   TEORI MOTIVASI......................................................... 8
BAB III PENUTUP........................................................................  11
3.1   KESIMPULAN............................................................... 11
3.2   SARAN...........................................................................12
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................13













BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Organisasi adalah suatu tempat di mana banyak orang berkumpul dan saling berinteraksi satu sama lain. Organisasi bisa terbentuk karena adanya kesamaan misi dan visi yang ingin dituju. Setiap anggota yang ada di dalam organisasi, secara langsung ataupun tidak langsung harus yakin dengan apa yang menjadi prinsip di dalam organisasi tersebut. Sehingga untuk mencapai visi dan menjalankan misi yang ditentukankan dapat berjalan dengan baik. Tetapi seiring berjalannya waktu, di dalam organisasi pasti pernah mengalami konflik. Baik konflik internal maupun konflik eksternal antar organisasi atau anggota di dalamnya. Konflik yang terjadi bisa karena permasalahan yang sangat sepele ataupun permasalahan yang benar-benar penting.
Adanya sekelompok orang di dalam organisasi tersebut pasti juga terdapat beberapa pemikiran dan pendirian yang berbeda-beda. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu timbulnya konflik. Konflik tidak muncul seketika dan langsung menjadi besar. Konflik itu berkembang secara bertahap. Jadi, jika konflik sudah teridentifikasi sejak awal, dicarikan langkah penyelesaian yang lebih dini, maka relatif lebih mudah dalam penanganan konflik. Kebijakan-kebijakan dan cara anggota berkomunikasi yang diterapkan pada suatu organisasi sangat mempengaruhi keberlangsungan sebuah organisasi dalam mempertahankan anggota dan segenap unsurnya.
Konflik dalam organisasi sering dilihat sebagai sesuatu yang negatif. Oleh sebab itu, penanganan yang dilakukan pun diarahkan kepada pernyelesaian konflik. Sebuah realita bahwa konflik merupakan sesuatu yang sulit dihindari karena berkaitan erat dengan proses interaksi manusia. Karenanya, yang dibutuhkan bukan meredam konflik, tapi bagaimana menanganinya sehingga bisa membawa dampak yang tidak negatif bagi organisasi. Akan tetapi tidak semua konflik merugikan, asalkan konflik tersebut ditata dengan baik maka dapat menguntungkan organisasi. Dan semua anggota bisa menjadikan konflik dalam organisasi sebagai sebuah pembelajaran dan bagian pertimbangan atas banyaknya pemikiran-pemikiran yang berbeda pada setiap anggota organisasi.

1.2 Maksud dan Tujuan 
Pola pikir setiap manusia bisa dituangkan dalam sebuah tulisan, dimana tulisan tersebut bisa mewakili apa yang ingin disampaikan. Maksudnya adalah untuk membagikan informasi kepada pembaca tentang uraian konflik dalam organisasi. Agar ke depannya kita sebagai anggota dari organisasi manapun, khususnya pembaca lebih memahami mengenai konflik tersebut, dan juga mengakibatkan pembaca bisa menjadi lebih bertoleran dengan sifat setiap individu dalam berkelompok. Tujuan terpenting dari penulisan makalah ini ialah sebagai salah satu alternatif solusi konflik dalam organisasi yang menyeluruh. Disisi lain agar pembaca dapat memaknai konflik yang biasa terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Penulisan ini diharapkan dapat menjadi saran atau pesan yang bisa diambil manfaatnya dalam menghadapi sebuah konflik dalam organisasi sehingga organisasi yang ada dapat tetap hidup dengan jati dirinya untuk mencapai tujuan. Sebagai mahasiswa dan pembaca yang baik, semoga dapat membaca dan memahami tulisan ini. Hal tersebut juga merupakan bentuk partisipasi untuk bertoleran dan menerima kekurangan sifat yang berada satu lingkup bersama. Khususnya makalah ini baik dikonsumsi para kawula muda-mudi untuk menyelesaikan permasalahan di dalam organisasi. Yang berakibat menebalnya mental kita untuk ikut dalam memahami setiap manusia dengan segala keterbatasaanya.

1.3 Perumusan Masalah
Banyak sekali bahasan mengenai konflik dalam organisasi. Namun tentunya tidak semua lingkup akan dibahas dalam makalah ini. Ada beberapa sub bab yang akan dijabarkan sebagai salah satu topik konflik dalam organisasi, antara lain adalah:
1. Apa itu konflik?
2. Apa jenis dan sumber konflik?
3. Bagaimana strategi penyelesaian konflik?
4. Apa saja teori motivasi?










BAB II
PEMBAHASAN
KONFLIK ORGANISASI

2.1 Pengertian konflik

     Pada hakikatnya konflik merupakan suatu pertarungan menang kalah antara kelompok atau perorangan yang berbeda kepentingannya satu sama lain dalam organisasi. Atau dengan kata lain, konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antogonistik antara dua atau lebih pihak.

2.2 Jenis dan sumber konflik

Orang mengelompokan konflik kedalam :
1.    Konflik peranan yang terjadi didalam diri seseorang (personale conflict), dimana peraturan yang berlaku tak dapat diterima oleh seseorang sehingga orang itu memilih untuk tidak melaksanakan sesuatu sesuai dengan peraturan yang berlaku tersebut;
2.    Konflik antarperanan (interrole conflict), dimana orang menghadapi persoalan karena dia menjabat dua atau lebih fungsi yang saling bertentangan; misalnya saja anggota serikat pekerja yang juga pengawas atau mandor perusahaan;
3.    Konflik yang timbul karena seseorang harus memenuhi harapan beberapa orang (intersender conflict), misalnya saja dekan suatu fakultas harus memenuhi permintaan yang berlainan para ketua jurusan;
4.    Konflik yang timbul karena disampaikannya informasi yang saling bertentangan (intrasender conflict).

Kelompok konflik yang pertama pada hakikatnya meminta kesadaran orang untuk mentaati peraturan yang ada atau memerlukan kesetiaan orang pada organisasi. Kelompok konflik yang kedua dapat dihindari dengan mendefinisikan kembali tugas yang terlebih dahulu telah dispesialisasikan dan dialokasikan pada seorang tertentu sehingga akibat negatif dwi-fungsi diminimumkan. Sedangkan kelompok konflik ketiga dapat dihindari dengan memperlakukan sama bagi semua pihak-pihak yang berkepentingan. Akhirnya kelompok konflik keempat dapat dihindari dengan sistem informasi yang lebih baik serta adanya buku pedoman atau petunjuk perusahaan.
Dalam kehidupan organisasi, konflik juga dapat dibedakan menurut pihak-pihak yang saling bertentangan. Atas dasar hal ini, kita mengenal lima jenis konflik:
1.    Konflik dalam diri individu, yang terjadi bila seorang individu menghadapi ketidakpastian tentang pekerjaan yang dia harapkan untuk melaksanakannya, bila berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau bila individu diharapkan untuk melakukan lebih daripada kemampuannya.
2.    Konflik antarindividu dalam organisasi yang sama, di mana hal ini sering diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan kepribadian. Konflik ini juga berasal dari adanya konflik antarperanan (seperti antara manajer dan bawahan).
3.    Konflik antara individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh, seorang individu mungkin dihukum atau diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma-norma kelompok.
4.    Konflik antarkelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan kepentingan antarkelompok.
5.    Konflik antarorganisasi, yang timbul sebagai akibat bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Konflik ini telah mengarahkan timbulnya pengembangan produk baru, teknoligi, dan jasa, harga-harga lebih rendah, dan penggunaan sumber daya lebih efisien.
Sumber-sumber konflik organisasional
     Berbagai sumber utama konflik organisasional dapat diuraikan sebagai berikut:
1.    kebutuhan untuk membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas. Bila setiap satuan dalam suatu organisasi mempunyai sumber daya terbatas, masalah bagaimana membaginya merupakan konflik potensial. Sumber daya-sumber daya tersebut harus dialokasikan, sehingga beberapa kelompok tak terelakan akan mendapatkan lebih sedikit daripada yang mereka inginkan atau butuhkan. Konflik dapat timbul karena kelompok-kelompok organisasi bersaing untuk memperebutkan bagian terbesar sumber daya-sumber daya yang tersedia.
2.    Perbedaan-perbedaan dalam berbagai tujuan. Seperti telah kita ketahui, kelompok-kelompok organisasi cenderung menjadi terspesialisasi atau dibedakan karena mereka mengembangkan berbagai tujuan, tugas, dan personalia yang tidak sama. Perbedaan-perbedaan ini sering mengakibatkan konflik kepentingan atau prioritas, meskipun tujuan organisasi sebagai keseluruhan telah disetujui. Sebagai contoh, departemen penjualan mungkin menginginkan penetapan harga rendah untuk menarik lebih banyak pelanggan, sedangkan departemen produksi mungkin menghendaki harga lebih tinggi untuk menutup biaya-biaya produksi. Karena para anggota setiap departemen mengembangkan berbagai tujuan dan sudut pandangan yang berbeda-beda, mereka sering menghadapi kesulitan untuk menyetujui program-program kegiatan.
3.    Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan kerja. Saling ketergantungan kerja ada bila dua atau lebih kelompok saling tergantung satu dengan yang lain untuk menyelesaikan tugas-tugas repetitif mereka. Dalam kasus seperti ini seberapa besar potensi konflik atau kooperasi sangat tergantung pada cara situasi tersebut dikelola. Kadang-kadang konflik muncul bila seluruh kelompok yang terlibat diberi terlalu banyak pekerjaan. Tekanan di antara bebagai macam kelompok akan naik, dan mereka saling menyalahkan atau melempar tanggung jawab. Konflik ini mungkin juga memanas bila pekerjaan didistribusikan secara sama tetapi penghargaan-penghargaan diberikan secara berbeda-beda. Konflik potensial adalah terbesar bila suatu unit tidak dapat mulai pekerjaannya karena harus menunggu penyelesaian pekerjaan unit lain.
4.    Perbedaan nilai-nilai atau persepsi. Perbedaan-perbedaan tujuan di antara para anggota berbagai satuan dalam organisasi sering berkaitan dengan berbagai perbedaan sikap, niali-nilai dan persepsi yang menimbulkan konflik. Sebagi contoh, para manajer tingkat atas, yang terlibat dengan pertimbangan-pertimbangan jangka panjang hubungan manajemen – serikat buruh, mungkin ingin menghindari penetapan perjanjian-perjanjian, dan mungkin malah mencoba untuk membatasi fleksibilitas para penyelia lini pertama. Para anggota departemen teknis mungkin menggunakan kriteria nilai-nilai mereka atas dasar kualitas produk, kecanggihan desain dan daya tahan, sedangkan para anggota departemen pabrikasi mungkin mendasarkan nilai-nilai mereka pada kesederhanaan desain dan biaya-biaya produksi yang rendah. Ketidaksesuaian nilai-nilai tersebut dapat menimbulkan konflik.
5.    Kemenduaan organisasional. Konflik antarkelompok dapat juga berasal dari tanggung jawab kerja yang dirumuskan secara mendua (ambiguous) dan tujuan-tujuan yang tidak jelas. Seorang manajer mungkin mencoba untuk memperluas peranan kelompok kerjanya, usaha ini biasanya akan menstimulasi para manajer lain untuk “mempertahankan ladang mereka”. Disamping itu, komunikasi yang mendua dapat menyebabkan konflik antarkelompok. Bila kalimat (ungkapan) yang sama mempunyai pengertian yang berbeda bagi kelompok-kelompok yang berbeda.
6.    Gaya-gaya individual. Banyak orang menyukai konflik. Debat dan ada argumentasi; dan bila hal ini dapat dikendalikan maka dapat menstimulasi para anggota organisasi untuk meningkatkan atau memperbaiki prestasi. Tetapi bila hal itu mengarah ke “peperangan”, akan menimbulkan konflik. Pada umumnya, potensi konflik antarkelompok adalah paling tinggi bila para anggota kelompok sangat berbeda dalam hal ciri-ciri seperti sikap kerja, umur dan pendidikan.




2.3 Strategi penyelesaian konflik

     Bila keadaan tidak saling mengerti serta situasi pernilaian terhadap perbedaan antaranggota organisasi itu semakin parah sehingga konsesus sulit dicapai maka konflik pun tak terelakan.
     Pimpinan dapat melakukan tindakan alternatif seperti dikemukakan dibawah ini, tetapi tergantung pada situasi dan kondisi yang ada.

1.    Menggunakan kekuasaan – melaksanakan pendapat dengan menyatakan siapa yang setuju dengan pimpinan dan yang tidak hendaknya mengundurkan diri;
2.    Konfrontasi – dimana penyelesaian melalui persetujuan semua pihak tidak dapat dicapai, dan hal itu dibiarkan demikian agar pihak-pihak memikirkan dan merenungkan kembali pendapat masing-masing.
3.    Kompromi – dimana pihak yang satu mengorbankan sesuatu agar memuaskan pihak yang lain; tentu saja pihak-pihak tak ada yang senang akan hal ini, tetapi apa boleh buat karena keadaan berlarut-larut dan organisasi menjadi “mati”. Ini akan justru merugikan semua pihak karena anggota saling menyabot kegiatan-kegiatan organisasional.
4.    Menghaluskan situasi – ini merupakan usaha mempertahankan “status-qou”, akan tetapi pimpinan secara informal berusaha untuk menyelesaikan persoalan terhadap isu yang sifatnya sepele.
5.    Pengunduran diri – dalam hal ini pimpinan “melarikan diri” dari situasi yang timbul dan tak berusaha untuk menyelesaikan sama sekali; pimpinan menyerahkan pada kekuatan yang ada untuk nantinya memperoleh keseimbangan kembali, karena dia memang berpendapat bahwa demikianlah seharusnya proses konflik berjalan; memang diperkirakan bahwa sesuatu yang baru tentu menimbulkan gejolak dan berbagai pendapat, tetapi dengan berjalannya waktu hal yang baru itu diterima sebagai hal yang biasa dan pihak-pihak akan dengan sendirinya mengerti duduk perkaranya.
     Berbagai keadaan yang menguntungkan suatu organisasi dalam menghadapi konflik adalah bila:
·         Strukturnya dapat memperlancar saling tindak anggota dan kelompok;
·         Anggotanya mampu melaksanakan proses saling tindak yang efektif dan saling mempengaruhi;
·         Anggota yang satu mempercayai kemampuan anggota yang lain, setia dan lain-lain.
     Penyelesaian konflik dalam organisasi seperti itu sifatnya akan kreatif dan konstruktif dan inilah yang kita inginkan semua, yaitu tercapainya kesesuaian (conformity) antaranggota di mana para anggota memperagakan sikap, perilaku dan tindakan yang harmonis.

2.4 Pengertian Motivasi

     Motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motivasi yang ada pada seseorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan. Jadi, motivasi bukanlah sesuatu yang dapat diamati, tetapi adalah hal yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu perilaku yang tampak. Tiap kegiatan yang dilakukan oleh seseorang didorong oleh sesuatu kekuatan dari dalam diri orang tersebut; kekuatan pendorong inilah yang disebut motivasi. Rasa lapar, kebutuhan untuk merasa aman dan kebutuhan terhadap prestise merupakan beberapa contoh tentang motivasi. Dalam hal ini kita perlu mengingat bahwa suatu kebutuhan harus diciptakan atau didorong sebelum memenuhi sebagai suatu motivasi. Sumber yang mendorong terciptanyasuatu kebutuhan  dapat berada pada diri orang itu sendiri (seperti melihat makanan yang menarik). Atau dengan adanya makanan dapat menimbulkan rasa lapar.

Motivasi Internal

     Kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri seseorang akan menimbulkan motivasi internalnya. Kekuatan ini akan mempengaruhi pikirannya, yang selanjutnya akan mengarahkan perilaku orang tersebut. Sebagai contoh, seorang mahasiswa yang ingin memperoleh nilai A dalam ujiannya akan menentukan perilaku dia dalam memenuhi syarat kelulusannya. Setelah dia memikirkan dalam-dalam, perilakunya mungkin akan menjadi mahasiswa yang rajin kuliah, membuat catatan yang baik, belajar keras, membuat tugas makalah dengan baik dan sebagainya. Tetapi dalam kenyataan tidak semua mahasiswa mempunyai keinginan yang kuat untuk mencapai nilai A. Begitu juga dalam suatu organisasi, setiap individu akan mempunyai kebutuhan dan keinginan yang berbeda dan “unik”. Beberapa teori yang ada mencoba mengidentifikasikan motivasi-motivasi umum yang selalu ada dalam diri semua orang. Dengan memahami teori-teori tersebut, manajer dapat memotivasi bawahannya agar kegiatan mereka mencapai kepuasan yang diinginkannya dan juga menguntungkan pencapaian tujuan organisasi.

Motivasi Eksternal

     Teori motivasi eksternal tidak mengabaikan teori motivasi internal. Tetapi justru mengembangkannya. Teori motivasi eksternal menjelaskan kekuatan-kekuatan yang ada di dalam individu yang dipengaruhi faktor-faktor intern yang dikendalikan oleh manajer, yaitu meliputi suasana kerja seperti gaji, kondisi kerja, kebijaksanaan perusahaan dan hubungan kerja, seperti penghargaan, kenaikan pangkat dan tanggung jawab.
     Manajer perlu mengenal motovasi eksternal untuk mendapatkan tanggapan yang positif dari karyawannya. Tanggapan yang positif ini menunjukan bahwa bawahan-bawahannya sedang bekerja demi kemajuan organisasi. Seorang manajer dapat mempergunakan motivasi eksternal yang positif ataupun negatif. Motivasi positif memberikan penghargaan untuk pelaksanaan kerja yang baik. Motivasi negatif memperlakukan hukuman bila pelaksanaan kerja jelek. Keduanya dapat dipakai oleh manajer. Teori McGregor dan Herzberg dibelakang akan membantu menjelaskan motivasi eksternal.

2.5 Teori Motivasi

Teori X dan Teori Y McGregor
Teori motivasi yang menggabungkan motivasi internal dan eksternal dikembangkan oleh Douglas McGregor. McGregor, seorang psikolog sosial Amerika, dalam proyek risetnya yang meneliti tentang motivasi dan perilaku umum para anggota organisasi, telah merumuskan perbedaan dua teori dasar mengenai perilaku manusia. Kedua teori ini disebut dengan nama teori X dan teori Y.
     Teori tradisional mengenai kehidupan organisasi banyak diarahkan dan dikendalikan atas dasar teori X. Anggapan-anggapan yang mendasari teori X adalah:
1.    Rata-rata para pekerja itu malas, tidak suka bekerja, dan akan menghindarinya bila dapat.
2.    Karena pada dasarnya pekerja tidak suka bekerja, maka harus dipaksa, dikendalikan, diperlakukan dengan hukuman, dan diarahkan untuk pencapaian tujuan organisasi.
3.    Rata-rata para pekerja lebih senang dibimbing, berusaha menghindari tanggung jawab, mempunyai ambisi yang kecil, keamanan dirinya diatas segala-galanya.
Anggapan-anggapan teori Y adalah:
1.    Usaha fisik dan mental yang dilakukan manusia dalam bekerja adalah kodrat manusia, sama halnya dengan bermain atau beristirahat.
2.    Rata-rata manusia bersedia belajar, dalam kondisi yang layak, tidak hanya menerima tetapi mencari tanggung jawab.
3.    Ada kemampuan yang besar dalam kecerdikan, kreativitas dan daya imajinasi untuk memecahkan masalah-masalah organisasi yang secara luas tersebar pada seluruh karyawan.
4.    Pengendalian ekstern dan hukuman bukan satu-satunya cara untuk mengarahkan usaha pencapaian tujuan organisasi.
5.    Keterikatan pada tujuan organisasi adalah fungsi penghargaan yang diterima karena prestasinya dalam pencapaian tujuan itu.
6.    Organisasi seharusnya memberikan kemungkinan orang untuk mewujudkan potensinya, dan tidak hanya digunakan sebagian.
Teori Kebutuhan Maslow
     Abraham Maslow, seorang psikolog, telah mengembangkan suatu teori motivasi manusia yang sangat terkenal pada tahun 1943. Konsep teorinya menjelaskan suatu hirarki kebutuhan (hierarchy of needs) yang menunjukan adanya lima tingkatan keinginan dan kebutuhan manusia. Kebutuhan yang lebih tinggi akan mendorong seseorang untuk mendapatkan kepuasan atas kebutuhan tersebut, setelah kebutuhan yang lebih rendah (sebelumnya) telah dipuaskan. Lima kebutuhan dasar manusia menurut Maslow, yaitu fisiologis, keamanan, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri. Secara lebih terinci kelima kebutuhan dasar manusia yang membentuk hirarki kebutuhan adalah:
1.    Kebutuhan fisiologis (phisiological needs), yaitu kebutuhan seperti rasa lapar, haus, seks, perumahan, tidur dan sebagainya.
2.    Kebutuhan keamanan (safety needs), yaitu kebutuhan akan keselamatan dan perlindungan dari bahaya, ancaman dan perampasan ataupun pemecatan dari pekerjaan.
3.    Kebutuhan sosial (social needs), yaitu kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan dalam menjalalin hubungan dengan orang lain. Kepuasan dan perasaan memiliki serta diterima dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan dan kasih sayang.
4.    Kebutuhan penghargaan (esteem needs), yaitu kebutuhan akan status atau kedudukan, kehormatan diri, reputasi dan prestasi.
5.    Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs), yaitu kebutuhan pemenuhan diri, untuk mempergunakan potensi diri. Pengembangan diri semaksimal mungkin, kreativitas, ekspresi diri dan melakukan apa yang paling cocok, serta menyelesaikan pekerjaannya sendiri.
Teori Motivasi Dua-Faktor Herzberg
     Frederick herzberg dan kelompoknya, suatu tim dari “Psychological Service Pittsburgh”, memperluas hasil karya Maslow dan mengembangkan suatu teori isi motivasi kerja khusus. Dalam tahun 1950-an, dia melakukan suatu studi motivasional melalui wawancara dengan sekitar dua ratus akuntan dan insinyur yang bekerja didaerah Pittsburgh, Pennsylvania. Dia menggunakan metode peristiwa kritis (critical incident) untuk mendapatkan data bagi analisisnya. Tanggapan-tanggapan yang diperoleh dengan metode ini sangat menarik dan cukup konsisten. Perasaan menyenangkan yang dilaporkan pada umumnya berkaitan dengan pengalaman-pengalaman dan isi pekerjaan. Di lain pihak, perasaan tidak menyenangkan yang diungkapkan pada umumnya bersangkutan dengan aspek-aspek yang mengelilingi atau mengitari pekerjaan-suasana (keadaan) pekerjaan. Berdasarkan hasil penelitiannya ini, Herzberg mengambil kesimpulan bahwa ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi motivasi kerja seseorang dalam organisasi, yaitu pemuas kerja (job satisfiers) yang berkaitan dengan isi pekerjaan dan penyebab ketidakpuasan kerja (job dissatisfiers) yang bersangkutan dengan suasana pekerjaan. “Satisfiers” disebut dengan istilah motivators dan “dissatisfiers” disebut faktor-faktor higienis (hygiene factors). Dengan menggabungkan kedua istilah tersebut, teori yang dikemukakan oleh Herzberg dekenal sebagai teori motivasi dua faktor, atau teori motivasi-higienis (motivation-hygiene theory) atau sering disingkat teori M – H.
     Teori Herzberg berhubungan erat dengan hirarki kebutuhan Maslow. Faktor-faktor higienis, seperti istilah medis, adalah bersifat preventif dan merupakan faktor lingkungan, dan secara kasar ekuivalen dengan kebutuhan-kebutuhan tingkat bawah maslow. Faktor-faktor higienis ini bukan sebagai sumber ketidakpuasan kerja. Faktor-faktor tersebut adalah kondisi kerja, hubungan antarpribadi (terutama dengan mandor), gaji, dan sebagainya. Perbaikan terhadap faktor-faktor higienis akan mencegah, mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan kerja, tetapi tidak akan menimbulkan dorongan dan kepuasan kerja. Faktor higienis sendiri tidak menimbulkan motivasi, tetapi diperlukan agar motivasi dapat berfungsi atau dengan kata lain, berperan sebagai suatu “landasan” bagi motivasi kerja.
     Kelompok faktor lainnya, motivators, dibuktikan sebagai faktor-faktor sumber kepuasan kerja yang dapat memotivasi manusia pada pekerjaan mereka. Faktor-faktor ini secara kasar ekuivalen dengan kebutuhan-kebutuhan tingkat atas Maslow. Menurut teori Herberg, seorang karyawan harus mempunyai pekerjaan yang lebih menantang, lebih banyak tuntutan kesempatan untuk menjadi ahli dan mengembangkan kemampuan agar dia dapat termotovasi. Sebagai faktor-faktor sumber kepuasan kerja, motivators dapat berbentuk prestasi, promosi atau kenaikan pangkat, penghargaan, pekerjaan itu sendiri, dan tanggung jawab.











BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Konflik adalah segala macam interaksi pertentangan atau antogonistik antara dua atau lebih pihak. Terdapat beberapa jenis dalam konflik seperti pada konflik peran, konflik peran pribadi, intra peran dan antar peran yang terjadi pada kondisi organisasi. Dan konflik yang terjadi disebabkan oleh beberapa sumber konflik yang meliputi adanya saling ketergantungan kerja, perbedaan dalam tujuan, perbedaan persepsi, dan meningkatnya permintaan akan spesialis. Strategi penyelesaian konflik muncul pada situasi dimana seorang manajer mendapatkan tugas sulit yang harus dihadapi adalah memeriksa dan mengelola konflik antar kelompok atau organisasi. Strateginya diantara lain adalah dengan pemecahan masalah, tujuan, perluasan sumber daya, penghindaran, melunakkan, kompromi, otoritas, perubahan, pada orang atau struktur organisasi dan mengenal musuh bersama.
Perundingan juga merupakan strategi penyelesaian konflik. Motivasi merupakan konsep yang kita gunakan untuk menggambarkan dorongan – dorongan yang timbul pada atau didalam seorang individu yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Motivasi merupakan suatu konsep yang bersifat penjelasan bahwa kita sering menggunakan untuk memahami perilaku yang kita amati. Dengan kata lain, motivasi merupakan dugaan. Daripada mengukur secara langsung kita harus memanipulasi kondisi – kondisi tertentu dan mengamati bagaimana prilaku berubah. Teori – teori motivasi dapat diklasifikasikan baik sebagai teori kepuasan atau proses. Dan terdapat empat teori yang sering disebut – sebut dalam teori kepuasan. Teori – teori ini memfokuskan pada faktor – faktor dalam diri (misal kebutuhan, tujuan, motif) yang memberi energy, mengarahkan, mempertahankan dan menghentikan perilaku. Sementara itu terdapat pula teori – teori kebutuhan yaitu, teori X dan Y McGregor, teori kebutuhan Maslow,dan teori dua faktor – Herzberg.
Konflik ini bisa jadi baik atau buruk tergantung pada dampaknya bagi pencapaian tujuan organisasi. Konflik yang berguna mewakili konfrontasi antara kelompok yang meningkatkan dan menguntungkan kinerja organisasi. Konflik yang tidak berguna akibat dari konfrontasi atau interaksi antara kelompok yang menghambat pencapaian tujuan organisasi. Namun tanpa adanya konflik akan ada rasa tidak memerlukan perubahan, dan perhatian tidak akan tertuju pada masalah.


3.2 Saran
Konflik terjadi karena adanya pertentangan atau antogonistik  yang terbentur satu sama lain. Konflik dalam organisasi tidak bisa dihindari. Sebaiknya konflik itu diusahakan untuk dicarikan jalan keluarnya dan menjadi pembelajaran untuk membangun lebih baik lagi dalam suatu organisasi tersebut. Karena menghindari konflik tidak dapat membawa manfaat dalam jangka panjang, ini bisa dipastikan bekerja sebagai pemecahan dalam jangka pendek. Bagaimanapun, menghindari konflik dapatb diartikan suatu persetujuan atau kurangnya keteguhan. Selain itu konflik dapat diatasi dengan saling berkompromi yaitu tidak melihat siapa pemenang maupun pecundang namun mencari jalan yang efektif untuk tetap dapat menjalankan tujuan organisasi bersama.




















DAFTAR PUSTAKA


·         Sukanto R & T.Hani Handoko. Organisasi Perusahaan. PBFE, Yogyakarta. 2000.