Pulau Madura
Madura adalah nama pulau yang terletak di sebelah timur laut Jawa Timur. Pulau Madura besarnya kurang
lebih 5.168 km2 (lebih
kecil daripada pulau Bali),
dengan penduduk hampir 4 juta jiwa.
Jembatan
Nasional Suramadu merupakan
pintu masuk utama menuju Madura, selain itu untuk menuju pulau ini bisa dilalui
dari jalur laut ataupun melalui jalur udara. Untuk jalur laut, bisa dilalui
dari Pelabuhan
Tanjung Perak di
Surabaya menuju Pelabuhan Kamal di bangkalan, Selain itu juga bisa
dilalui dari Pelabuhan
Jangkar Situbondo
menuju Pelabuhan Kalianget di Sumenep, ujung timur Madura.
Pulau Madura bentuknya
seakan mirip badan Sapi, terdiri dari empat Kabupaten, yaitu : Bangkalan, Sampang, Pamekasan danSumenep. Madura, Pulau dengan sejarahnya
yang panjang, tercermin dari budaya dan keseniannya dengan pengaruh islamnya
yang kuat.
Pulau Madura didiami
oleh suku Madura yang merupakan salah satu etnis suku
dengan populasi besar di Indonesia, jumlahnya sekitar 20 juta jiwa. Mereka
berasal dari Pulau Madura dan pulau-pulau sekitarnya, seperti Gili Raja,
Sapudi, Raas, dan Kangean. Selain itu, orang Madura banyak tinggal di bagian
timur Jawa Timur biasa disebut wilayah Tapal Kuda, dari Pasuruan sampai utara
Banyuwangi. Orang Madura yang berada di Situbondo dan Bondowoso, serta timur
Probolinggo, Jember, jumlahnya paling banyak dan jarang yang bisa berbahasa
Jawa, juga termasuk Surabaya Utara ,serta sebagian Malang .
Suku Madura terkenal
karena gaya bicaranya yang blak-blakan, masyarakat Madura juga dikenal hemat,
disiplin, dan rajin bekerja keras (abhantal omba' asapo' angen). Harga diri,
juga paling penting dalam kehidupan masyarakat Madura, mereka memiliki sebuah
falsafah: katembheng pote mata,
angok pote tolang. Sifat yang seperti inilah yang melahirkan tradisi carok pada sebagian masyarakat Madura.
Sejarah
Perjalanan Sejarah Madura dimulai dari
perjalanan Arya Wiraraja sebagai Adipati pertama di Madura pada abad 13. Dalam
kitab nagarakertagama terutama pada tembang 15, mengatakan bahwa Pulau Madura
semula bersatu dengan tanah Jawa, ini menujukkan bahwa pada tahun 1365an orang
Madura dan orang Jawa merupakan bagian dari komonitas budaya yang sama.
Sekitar tahun 900-1500,
pulau ini berada di bawah pengaruh kekuasaan kerajaan Hindu Jawa timur seperti Kediri, Singhasari, danMajapahit. Di antara tahun 1500 dan 1624,
para penguasa Madura pada batas tertentu bergantung pada kerajaan-kerajaan
Islam di pantai utara Jawa seperti Demak, Gresik, dan Surabaya. Pada tahun 1624,
Madura ditaklukkan oleh Mataram.
Sesudah itu, pada paruh pertama abad kedelapan belas Madura berada di bawah
kekuasaan kolonial Belanda (mulai 1882),
mula-mula oleh VOC,
kemudian oleh pemerintah Hindia-Belanda. Pada saat pembagian
provinsi pada tahun 1920-an, Madura menjadi bagian dari provinsi Jawa Timur.[1]
Sejarah mencatat Aria Wiraraja adalah Adipati Pertama di Madura,
diangkat oleh Raja Kertanegara dari Singosari, tanggal 31 Oktober 1269.
Pemerintahannya berpusat di Batuputih Sumenep, merupakan keraton pertama di
Madura. Pengangkatan Aria Wiraraja sebagai Adipati I Madura pada waktu itu,
diduga berlangsung dengan upacara kebesaran kerajaan Singosari yang dibawa ke
Madura. Di Batuputih yang kini menjadi sebuah Kecamatan kurang lebih 18 Km dari
Kota Sumenep, terdapat peninggalan-peninggalan keraton Batuputih, antara lain
berupa tarian rakyat, tari Gambuh dan tari Satria.
Budaya
1.KARAPAN SAPI
Karapan sapi merupakan istilah untuk
menyebut perlombaan pacuan sapi yang berasal dari Pulau Madura, Jawa Timur. Pada perlombaan ini, sepasang
sapi yang menarik semacam kereta dari kayu (tempat joki berdiri dan
mengendalikan pasangan sapi tersebut) dipacu dalam lomba adu cepat melawan
pasangan-pasangan sapi lain. Trek pacuan tersebut biasanya sekitar 100 meter dan lomba pacuan dapat berlangsung
sekitar sepuluh detik sampai satu menit.
Beberapa kota di Madura menyelenggarakan
karapan sapi pada bulan Agustus dan September setiap
tahun, dengan pertandingan final pada akhir September atau Oktober di
eks Kota Karesidenan,Pamekasan untuk memperebutkan Piala Bergilir Presiden.
Di bulan November tahun
2013, penyelenggaraan Piala Presiden berganti nama menjadi Piala Gubernur.[1]
Pelaksanaan Karapan Sapi dibagi dalam empat
babak, yaitu : babak pertama, seluruh sapi diadu kecepatannya dalam dua
pasang untuk memisahkan kelompok menang dan kelompok kalah. Pada babak ini
semua sapi yang menang maupun yang kalah dapat bertanding lagi sesuai dengan
kelompoknya.
Babak kedua atau babak
pemilihan kembali, pasangan sapi pada kelompok menang akan dipertandingkan
kembali, demikian sama halnya dengan sapi-sapi di kelompok kalah, dan pada
babak ini semua pasangan dari kelompok menang dan kalah tidak boleh bertanding
kembali kecuali beberapa pasang sapi yang memempati kemenangan urutan teratas
di masing-masing kelompok.
babak Ketiga atau
semifinal, pada babak ini masing sapi yang menang pada masing-masing kelompok
diadu kembali untuk menentukan tiga pasang sapi pemenang dan tiga sapi dari
kelompok kalah. Pada babak keempat atau babak final, diadakan untuk menentukan
juara I, II, dan III dari kelompok kalah.
2. MEMAPAR GIGI
Tradisi Mamapar gigi ini bisa ditemui di
seluruh pedesaan yang ada di Sumenep, tepatnya di Desa Panagan, Kecamatan
Gapura, sekitar 10 kilometer arah Tenggara Kota Sumenep. Tradisi ini sangat
erat kaitannya dengan daur hidup (lingkaran hidup) individu, khususnya bagi
seorang perempuan yang ingin melangsungkan pernikahan. “Mapar” dalam bahasa
Indonesia dapat diartikan sebagai “melakukan suatu pekerjaan untuk merapikan
dan meluruskan”. Jadi, mapar gigi dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk
merapikan dan meluruskan bentuk susunan gigi dengan seperangkat alat khusus.
Upacara
mapar gigi biasanya dilaksanakan ketika seorang gadis akan melangsungkan
Pernikahan. Tujuannya, agar bentuk gigi sang gadis terlihat lebih rapi dan
menarik. Selain itu, mapar gigi juga mengandung makna membuang segala macam
sangkal pada diri sang gadis sebelum memasuki kehidupan yang baru.
Adapun
tempat pelaksanaan upacaranya bergantung dari tahapan-tahapan yang harus
dilalui oleh si gadis. ada beberapa tahapan Untuk tahap mapar gigi, antara lain
pembacaan kidungan atau mocopat, dan pencukuran rambut halus di dahi dan
tengkuk diadakan di rumah sang gadis. Sementara untuk prosesi pembuangan rambut
halus sebagai simbol pembuangan sangkal berlangsung di perempatan jalan dalam
sebuah kirab atau arak-arakan.
Seluruh
tahapan upacara tersebut dipimpin oleh ahli papar gigi. Dalam melaksanakan
tugasnya Sang ahli mapar akan dibantu oleh ahli mocopat beserta tukang tegesnya
yang akan membacakan kidungan atau mocopat ketika prosesi mapar gigi dilakukan.
Sedangkan pihak lain yang juga terlibat dalam penyelenggaraan upacara adalah:
·
keluarga gadis yang akan dimapar
giginya,
·
calon suami si gadis beserta
kerabatnya,
·
beberapa orang gadis yang nantinya
akan bertugas mengitari sang gadis saat dupa dibakar, dan
·
para seniman soren, hadrah, dll yang
nantinya akan mengiringi calon pengantin saat melakukan kirab.
KESIMPULAN & SARAN
Kesimpulan : Di
katakan bahwa madura pulau yang tak terlalu besar namun memiliki kebudayaan
yang unik yang tak kalah menarik dengan budaya budaya yang berada di indonesia,
dan yang tak kalah menarik lagi madura memiliki jembatan penghubung antara
surabaya dan juga madura
Saran : Menurut saya
kebudayaan karapan sapi itu sama seperti kita menyakiti binatang sapi tersebut
mungkin harus dirubah sedikit supaya tidak terkesan menyakiti bintang
DAFTAR PUSTAKA